Pidato Rektor Universitas Darma Persada
Dr. H. Dadang Soplihin, SE, MA
Pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2017
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh
Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua.
Alhamdulillah, di pagi hari ini kita dapat berkumpul bersama dalam upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2017.
Mendekati 72 tahun Indonesia merdeka, kalimat yang pernah didengungkan Ki Hajar Dewantara rasanya masih sangat menggelitik hati. Bapak Pendidikan Indonesia itu telah mengingatkan kepada kita semua bahwa untuk meraih kemuliaan sebuah bangsa hanya dapat dilakukan dengan memperkaya ilmu dan meningkatkan mutu pendidikan. Pertanyaan pun muncul bagaimana dengan potret pendidikan Indonesia sekarang?
Pertanyaan semacam itu tampaknya sudah menjadi template setiap kali Indonesia memeringati Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei. Walau sudah berulang kali disampaikan, sayangnya setiap tahun pula kita melihat fakta bahwa kualitas mutu pendidikan Indonesia masih belum bisa move on dari fakta-fakta minor.
Data Indeks Pendidikan UNESCO 2016 menunjukkan bahwa saat ini Indonesia berada di posisi 108 dunia dengan skor 0,603. Secara umum, data itu menunjukkan bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih di bawah Palestina, Samoa dan Mongolia. Data itu juga memperlihatkan bahwa hanya ada sebanyak 44 persen penduduk Indonesia yang menuntaskan pendidikan menengah. Sementara, 11 persen murid gagal menuntaskan pendidikan alias keluar dari sekolah sebelum dinyatakan lulus.
Dalam analisis Laporan Pembangunan Manusia 2016, Badan PBB Urusan Pembangunan (UNDP) memperlihatkan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM) ternyata mengalami penurunan 18,2 persen dibanding tahun sebelumnya bila memperhitungkan indikator kesenjangan pendidikan dan harapan hidup saat lahir di Indonesia.
Lantas mengapa potret pendidikan negeri ini tak mampu melakukan rebound dalam urusan kualitas? Salah satu faktor penghambatnya adalah jumlah tenaga pengajar negeri ini yang masih kurang diperhatikan. Utamanya, tenaga pengajar di level pendidikan tinggi. Data menunjukan pada bulan Maret 2017, Indonesia memiliki 134 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan 4.225 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dengan jumlah dosen total mencapai 230.633 orang. Dari jumlah tersebut, tenaga pengajar berstatus lulusan S-1 (strata-1) ada sekitar 53.031 orang (22,99 persen). Sedangkan untuk tingkat S2 sekitar 134.522 (58,33 persen), dan S3 baru ada 26.199 (11,36 persen).
Khusus jumlah tenaga pengajar bergelar doktor di Indonesia ini ternyata mengalami pertumbuhan yang sangat lambat. Sepanjang rentang waktu lima tahun terakhir, jumlah tenaga pengajar bergelar doktor ini tak lebih dari 10 persen. Angka tersebut masih di bawah target 20 persen yang dicanangkan oleh pemerintah.
Lalu jika dikomparasi, dari setiap satu juta penduduk di Indonesia ternyata hanya ada 143 penduduk bergelar doktor. Perbandingan itu sangat jauh jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang berada di kawasan Asia. Malaysia bahkan sudah sulit ditandingi oleh Indonesia. Padahal, negeri Jiran itu pada dekade 1980-an sangat banyak mengirimkan para pelajarnya untuk menimba ilmu di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.
Kini, Malaysia sudah jauh meninggalkan Indonesia. Rasio doktor di Malaysia saat ini adalah dari satu juta penduduknya terdapat 509 doktor. Sementara India, negara dengan jumlah penduduk terbesar kedua di dunia, memiliki komparasi 1.410 doktor dalam setiap satu juta penduduknya. Dari komparasi itu terlihat Indonesia masih belum terlalu serius untuk meningkatkan mutu dan kompotensi para pengajar di level perguruan tinggi.
Permasalahan lain yang membuat sektor pendidikan di Indonesia ini tak kunjung membaik berkaitan juga dengan pemerataan kualitas pendidikan antara PTN dan PTS. Saat ini secara kuantitas PTS jauh lebih besar daripada PTN. Tentu akan sangat besar manfaatnya jika jumlah yang besar itu mempunyai kualitas yang baik. Sehingga PTS bisa memenuhi harapan masyarakat dan negara. Saat ini memang sudah banyak PTS yang berkualitas, bahkan lebih baik dari sebahagian PTN. Akan tetapi, masih banyak PTS yang perlu dibantu agar kesenjangan mutu penddikan tinggi ini tidak lebar.
Terhadap PTS, pemerintah tidak mengalokasikan anggaran yang signifikan dan tidak rutin. Untuk lembaga pendidikan dimana warga negara mencari ilmu, tentu PTS jangan disamakan seperti halnya lembaga bisnis. Karena PTS juga berkaitan langsung dengan kepentingan negara dalam kualitas SDM Indonesia. Apabila PTS dibiarkan berkompetisi bebas, maka yang akan terjadi adalah keruntuhan beberapa PTS dengan mahasiswanya. Ujungnya adalah kerugian bagi negara juga.
Sementara itu, pemerintah sudah sepatutnya untuk lebih konsisten menjalankan amanat konstitusi UUD 1945, terutama dalam pengalokasian 20 persen dana pendidikan yang berasal dari APBN. Sejauh ini, jumlah anggaran terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, anggaran pendidikan pada tahun anggaran 2014 mencapai Rp 371,2 trilyun. Setelah itu, secara berturut-turut, nominalnya meningkat menjadi Rp 404 trilyun (2015) dan Rp 419,2 trilyun (2016). Namun pada tahun ini jumlah anggaran pendidikan malah menurun menjadi Rp 416,1 trilyun.
Jadi, dengan segala ragam persoalan yang masih membelit dunia pendidikan negeri ini maka sudah sepatutnya semua pihak bisa saling bersinergi untuk memperbaiki masalah tersebut. Mindset sektoral sudah saatnya dipupus untuk membawa negeri ini menuju arah yang lebih baik. Untuk menggapainya, rasanya sektor pendidikan itu harus dibenahi oleh kita semua.
Dalam hal ini keluarga besar Universitas Darma Persada patut bersyukur kepada Alloh SWT, karena walaupun dunia pendidikan tinggi kita sedang menghadapi berbagai permasalahan, namun justru Unsada dapat melesat peringkatnya meloncati 257 Perguruan Tinggi lain, dari peringkat 366 pada tahun 2015 menjadi peringkat 109 pada tahun 2016. Semoga tahun ini akan lebih baik lagi. Aamiin YRA.
Akhirnya, saya ucapkan selamat memperingati Hari Pendidikan Nasional kepada seluruh jajaran Universitas Darma Persada, termasuk dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Semoga upaya kita dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di tanah air.
Wabillahit taufiq walhidayah,
Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuh.
Comments