Pidato Rektor Unsada
Dr. H. Dadang Solihin, SE, MA
Pada Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2016
Assalamualaikum Wr Wb
Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua
Para peserta upacara, sivitas academica Universitas Darma Persada yang saya cintai
Dalam peringatan Hari Pahlawan pada tanggal 10 November ini saya ingin berbagi pemikiran tentang adanya pergeseran makna terhadap arti pahlawan pada masa kini.
Hasil kajian yang dilakukan Prapancha Research terhadap 4 juta perbincangan tentang 'pahlawan' dan 'kepahlawanan' di media sosial memperlihatkan bahwa pahlawan pada masa kini adalah sosok pahlawan yang dikaitkan dengan tindakan 'orang-orang biasa' namun sangat berarti bagi sesama (Liputan6.com, 2016). Sebagian besar responden tidak lagi mengenali kisah perjuangan dan nilai-nilai luhur yang telah ditunjukkan oleh sosok-sosok semacam Bung Tomo, Sudirman atau para pahlawan kemerdekaan lainnya. Inilah sebuah ironi dari masyarakat masa kini.
Ironisme lainnya terlihat juga dengan munculnya beragam informasi negatif tentang para pahlawan bangsa ini. Semangat yang digaungkan untuk menyuarakan hal semacam itu sesungguhnya buah dari semangat liberalisme dalam menyampaikan pendapat.
Sesungguhnya, inilah ironisme yang kelak bisa menggerus makna dan nilai kepahlawanan bangsa ini. Kita menjadi begitu bangga untuk menyampaikan kritik kepada para pahlawan tapi kita tidak pernah sadar bahwa kritik semacam itu justru menjadi hal yang kontraproduktif untuk menjadikan bangsa ini menjadi bangsa besar.
Bukankah Bung Karno pernah mengingatkan bangsa ini melalui pidatonya yang begitu terkenal 'jangan sekali-kali meninggalkan sejarah'. Sayangnya, sebagai bangsa yang masih gagap dalam menyambut keterbukaan informasi dalam iklim demokrasi, sebagian anak bangsa ini menjadi begitu lantangnya untuk menelanjangi hal negatif dari para pahlawan negeri ini. Seakan kita beranggapan bahwa sosok pahlawan itu hanyalah manusia biasa yang tak lepas dari cela. Inilah bentuk sesat pikir dari keterbukaan yang begitu membahayakan.
Padahal di Amerika Serikat -- negara yang menyemaikan demokrasi dan liberalisme -- masyarakat di sana masih tetap bangga untuk menceritakan kembali para tokoh bangsanya. Mengapa hal semacam itu bisa terjadi di Amerika? Apakah yang terjadi di negeri ini hanya sebuah anomali dari masyarakat Indonesia yang sedang mengalami banjir informasi? Sepatutnya kita tak harus terus menunjuk pihak lain atau mencari kesalahan. Momentum Hari Pahlawan ini harusnya bisa menjadi ruang refleksi sekaligus instropeksi diri. Saatnya kita meredefinisikan makna pahlawan dan kepahlawanan dalam konstektualitas yang kekinian.
Para peserta upacara, sivitas academica Universitas Darma Persada yang saya cintai
Untuk melakukan hal semacam itu, tentunya pemerintah dan institusi pendidikan bisa saling bersinergi untuk melakukan riset. Riset yang bersifat komprehensi itu sangat diperlukan untuk mendapatkan formulasi terbaik dalam memperkenalkan kembali para pahlawan masa lalu kepada generasi masa kini yang mengalami banjir informasi. Saatnya kita mengubah cara-cara membosankan dalam mendesiminasikan cerita pahlawan kepada generasi masa kini.
Perlu adanya pengkayaan dalam sudut pandang untuk menceritakan ulang semangat dan makna nilai dari sosok-sosok pahlawan masa lalu. Tentunya riset yang dikembangkan itu harusnya menempatkan para pahlawan itu dalam tempatnya yang agung dalam perjalanan sejarah bangsa.
Harus diakui, selama ini riset mengenai pahlawan bangsa di negeri ini masih sangat minim. Kurangnya keinginan itu tak lepas dari tidak adanya follow-up terhadap riset-riset tersebut. Padahal begitu banyak medium yang dapat menjadi outcome dari riset-riset semacam itu. Salah satu cara efektif seperti yang dilakukan beberapa sineas terbaik negeri ini dengan mengangkat kembali kisah-kisah biography picture (biopic) para pahlawan ke dalam layar lebar.
Namun perlu diingat, proses pembahasaan ulang sejarah dengan model semacam ini tentunya harus dilakukan secara berhati-hati. Jangan demi keinginan untuk menghibur semata namun nilai-nilai luhur para pahlawan yang diceritakan itu menjadi tergerus. Hal yang perlu dipertegas adalah tempatkanlah mereka di tempat-tempat terhomat.
Hanya dengan hal semacam itulah kita akan bisa lebih memaknai pahlawan yang sudah sangat berjasa bagi negeri ini. Perlu ditekankan juga dalam proses menmenyampaikan nilai-nilai kepahlawanan dan cerita pahlawan itu perlu adanya tokoh bangsa yang kuat. Mengapa kita membutuhkan tokoh bangsa? Hanya dengan cara semacam itulah pesan yang akan disampaikan bakal menjadi lebih kuat untuk sampai kepada publik.
Pertanyaan besarnya sekarang adalah adakah tokoh bangsa yang bisa membahasakan nilai-nilai ketokohan dari para pahlawan masa lalu kepada masyarakat yang tengah larut dalam euforia demokrasi dan kebebasan? Secara jujur, sekarang ini kita memang sedang mengalami krisis terhadap tokoh bangsa. Para tokoh bangsa yang kerap muncul di ruang publik, sekarang ini masih banyak terjebak pada pragmatisme politik jangan pendek.
Jadi tidak mengherankan kalau kemudian masyarakat sekarang memiliki caranya sendiri untuk menjadikan pahlawan masa kini adalah orang-orang biasa yang mampu memberikan arti kepada sesamanya. Tentunya, ini menjadi sebuah ancaman bagi negeri yang kini sudah merdeka 71 tahun.
Pertanyaan besar pun muncul; akankah kita meniadakan pahlawan di masa mendatang hanya karena kita sudah tak lagi mempunyai tokoh bangsa yang dapat dihormati? Atau, akankah para pahlawan masa lalu itu akan tergerus dari ingatan kolektif generasi mendatang hanya karena kita begitu bangga dengan liberalisme informasi? Semua itu adalah pilihan. Tapi secara ideal, kita jangan pernah melupakan para pahlawan masa lalu.
Demikian, semoga Alloh SWT senantiasa memberikan petunjuk dan melindungi bangsa Indonesia serta menganugerahkan jalan keluar dari segala masalah yang sedang kita hadapi. Tempatkanlah terus para pahlawan masa lalu itu dalam ingatan masa kini dan masa yang akan datang. Kelak, hanya dengan cara semacam itulah Indonesia akan bisa menjadi bangsa besar, yakni bangsa yang selalu mengingat jasa pahlawan masa lalunya.
Wabillahi taufiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Comments